Istilah Personal Space petama kali digunakan oleh Katz (1973) dan istilah ini bukan sesuatu yang unutk dalam istilah psiologi, Karena istilah ini juga dipakai dalam bidang keilmuan lain; ilmu biologi, antropologi, dan arsitektur (Yusuf; dalam Prabowo, 1998). Menurut Sommer, ruang personal adalah daerah disekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman menggambarkan ruang personal sebagai jarak/daerah di sekitar individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia akan merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.
Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil – hasil penelitian, antara lain:
- Ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang dengan orang lain.
- Ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri.
- Pengaturan ruang personal merupakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi.
- Ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, maka dapat berakibat kecemasan,stress, dan bahkan perkelahian.
- Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak – jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain; berhadapan, saling membelakangi dan searah.
Bicara mengenai personal space, tentu berkaitan pula dengan jarak dalam interaksi sosial. Menurut Edward T. Hall, seorang antropolog, bahwa dalam interaksi sosial terdapat empat zona spasial yang meliputi:
a. Jarak Intim.
Fase dekat sampai ke fase jauh sekitar 15 sampai 45 cm. Pada jarak ini kehadiran seseorang sangat jelas. Masing-masing pihak dapat mendengar, mencium dan merasakan napas yang lain. Manusia menggunakan fase dekat bila sedang bercumbu dan bergulat, untuk rnenenangkan dan melindungi. Dalam fasa dekat otot-otot dan kulit berkomunikasi, sedangkan verbalisasi aktual hanya sedikit saja perannya. Dalam fasa dekat ini bahkan suara bisikan mempunyai efek memperbesar jarak psikologis antara kedua orang yang terlibat.
Fase jauh memungkinkan untuk saling menyentuh dengan mengulurkan tangan. Jarak ini masih terlalu dekat sehingga dipandang tidak patut di muka umum. Karena perasaan ketidak-patutan dan ketidak-nyamanan (setidak-tidaknya bagi orang Amerika), mata jarang sekali saling menatap. Mata terpaku pada obyek lain yang berjarak cukup jauh.
b. Jarak Pribadi (Personal Distance)
Setiap manusia memiliki daerah yang disebut personal distance. Daerah ini melindungi dari sentuhan orang lain. Dalam fase dekat jarak pribadi ini (antara 45 sampai 75 cm), masih dapat saling menyentuh atau memegang tetapi hanya dengan mengulurkan tangan. Kemudian dapat melindungi orang-orang tertentu - misalnya, kekasih.
Dalam fasa jauh (dari 75 sampai 120 cm.), dua orang dapat saling menyentuh hanya jika mereka keduanya mengulurkan tangan. Fasa jauh ini menggambarkan sejauh mana secara fisik menjangkaukan tangan untuk meraih sesuatu. Jadi, fasa ini menentukan, dalam artian tertentu, batas kendali fisik atas orang lain. Pada jarak ini manusia masih dapat melihat banyak detil dari seseorang; rambut yang beruban, gigi yang kuning, pakaian yang kusut, dan sebagainya. Tetapi, kita tidak lagi dapat mendeteksi hangat tubuh. Kadang-kadang masih dapat mencium bau napas, tetapi pada jarak ini etiket mengharuskan untuk mengarahkan napas ke bagian netral sehingga tidak mengganggu lawan bicara (seperti yang sering kita lihat dalam Man televisi).
Bila ruang pribadi diganggu, manusia sering merasa tidak nyaman dan tegang. Bila orang berdiri terlalu dekat, pembicaraan dapat terganggu, tidak mantap, terguncang, dan terputus-putus. Kita mungkin sukar memelihara kontak mata dan mungkin sering menghindari tatapan langsung. Ketidak-nyamanan ini mungkin juga terungkap dalam bentuk gerakan tubuh yang berlebihan.
c. Jarak Sosial
Dalam jarak sosial umumnya manusia kehilangan detil visual yang diperoleh dalam jarak pribadi. Fase dekat (dari 120 sampai 210 cm) adalah jarak yang digunakan bila melakukan pertemuan bisnis dan interaksi pada pertemuan-pertemuan yang bersifat sosial.
Fase jauh (dari 210 sampai 360cm.) adalah jarak yang dipelihara Pada jarak ini, transaksi bisnis mempunyai nada yang lebih resmi. Di kantor pejabat-pejabat tinggi meja-meja ditempatkan sedemikian hingga si pejabat memastikan jarak ini bila sedang berunding dengan klien. Tidak seperti jarak intim, di mana kontak mata terasa janggal, fasa jauh dari jarak sosial membuat kontak mata sangat penting; jika tidak, komunikasi akan hilang. Suara pada umumnya lebih keras dari biasa pada jarak ini. Tetapi berteriak atau menaikkan suara, akan mempunyai efek mengurangi jarak sosial ini ke jarak pribadi.
d. Jarak Publik
Pada fase dekat dari jarak publik (dari 360 sampai 450 cm.) orang terlindung oleh jarak. Pada jarak ini seseorang dapat mengambil tindakan defensif bila terancam. Dalam bis kota atau kereta, misalnya mengambil jarak ini dari orang yang sedang mabuk.
Pada fase jauh (lebih clari 750 cm), manusia melihat orang-orang tidak sebagai individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan yang lengkap. Kita secara otomatis mengambil jarak sekitar 9 meter dari seorang tokoh penting. Fase jauh ini merupakan jarak yang diambil seorang aktor untuk beraksi di panggung. Pada jarak ini, gerak-gerik maupun suara harus sedikit berlebihan agar tertangkap secara detil.
Pengaturan Ruang Personal dan Budaya
Culture atau budaya adalah sesuatu system karya, rasa, cipta yang melekat pada diri individu atau pun kelompok individu, dan hal ini terkait sekali dengan pengalaman. Dalam ilmu psikologi sendiri, banyak riset yang dilakukan untuk melihat bagaimana perbedaan budaya sebagai determinan dalam variabel-variabel psikologi, termasuk mengenai ruang personal ini. Salah satu penelitian adalah yang dilakukan oleh Hall (dalam Prabowo, 1998) mengamati bahwa orang-orang Jepang menggunakan ruang secara teliti. Hal diduga merupakan respon terhadap populasi yang padat. Keluarga-keluarga Jepang memiliki banyak kontak interpersonal yang dekat; seringkali tidur bersama-sama dalam suatu ruangan dengan susunan yang tidak beraturan atau melakukan berbagai aktivitas dalam ruang yang sama. Masyarakat Jepang dengan budaya yang demikian mungkin sudah terbiasa dengan kurangnya ruang pribadi. Ditambahkan lagi dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Schmitt & Mitchel (dalam Atkinson, 1983); masyarakat Hongkong dan Tokyo dapat hidup dengan damai baik dalam kepadatan luar dan kepadatan dalam yang tinggi, karena mereka hidup dalam kebudayaan yang bernorma etiket tinggi. Pada masyarakat seperti ini kepadatan tinggi mungkin tidak akan menimbulkan perasaan tidak mampu mengendalikan lingkungan sosial yang ada.
Budaya Timur vs Barat
Selain itu budaya juga terkait dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakatnya. Masyarakat timur-tengah dan jazirah arab yang memiliki budaya islam yang begitu kental; jarak dalam bersosial jelas sangat diatur. Bagaimana jarak interaksi pria dan wanita yang ‘bukan mukhrim’, perilaku bersentuhan dan budaya kontak lainnya, dianggap sesuatu yang tidak boleh (haram atau tabu). Berbeda dengan negara-negara barat, Jarak yang dekat dan isyarat-isyarat sentuhan, penciuman, dan panas tubuh tampaknya merupakan ha1 yang lazim dalam “budaya kontak”. Maka Hall (dalam Prabowo, 1998) menyimpulkan bahwa kebudayaan Arab memiliki pengindraan yang tinggi, dengan rata-rata jarak interpersonal yang dipakai orang Arab kira-kira sepanjang dari perpanjangan tangannya.
Sumber Referensi:
Prabowo, Hendro. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Jakarta. Gunadarma
Gifford, Robert. 1997. Environmental Psychology: Principles and Practices. Colville. Optimal Book
Atkinson, L Rita; Atkinson, C Richard & Hilgard, R Ernest. 1983. Pengantar Psikologi – Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar