Selasa, 15 Maret 2011

KESESAKAN


KESESAKAN ≠ KEPADATAN
Kepadatan (density): sejumlah individu yang berada di suatu ruang/wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik.  Sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan tertentu.
Kesesakan (crowding): proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam satu pasangan atau kelompok kecil.
Altman (dalam Prabowo) berpendapat bahwa, antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Ketika kepadatan meningkat, maka dapat mengakibatkan kesesakan.
Proses kepadatan yang menimbulkan kesesakan dinilai secara subjektif oleh setiap individu (Baum & Paulus dalam Prabowo). Penilaian tersebut berdasarkan 4 faktor, yaitu: karakter setting fisik, karakter setting sosial, karakter setting personal, kemampuan beradaptasi. Jadi, suatu situasi atau keadaan sesak atau tidak tergantung bagaimana individu menilainya.

TEORI-TEORI KESESAKAN
Menurut Bell, Holahan, Stokols (dalam Prabowo), terdapat  3 Teori mengenai kesesakan (crowding) yang dibahas dalam psikologi lingkungan. Ketika kesesakan muncul, individu akan memunculkan Psychological Reactance  atau reaksi atas ketidaknyamanan yang dialaminya. Berikut ini adalah ketiga teori kesesakan:
a.       Teori Beban Stimulus
Inti dari teori ini adalah kesesakan muncul karena informasi yang diterima melebihi kapasitas kognitif individu, sehingga gagal memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Perilaku reaksi yang muncul adalah kebingungan dan kelelahan, dan individu biasanya melakukan adaptasi terhadap situasi ini dengan cara menarik diri atau intervensi.

b.      Teori Ekologi
Istilah manning atau setting dimana kita berada, mempengaruhi munculnya kesesakan. Ketika individu merasa setting yang membuat dirinya sesak ia akan beraksi dengan membuat batasan teritorial dan meningkatkan rasa kompetisinya.

c.       Teori Kendala Perilaku
Menurut teori ini, perilaku yang dilakukan oleh individu-individu menyebabkan situasi sesak, sehingga perlu mengendalikan atau mengurangi kebebasan perilaku. Sebagai reaksi dari situasi ini, biasanya individu akan melakukan pelanggaran, meninggalkan situasi atau mengembangkan relasi dengan orang lain.

FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN KESESAKAN
Ada 3 faktor yang mempengaruhi kesesakan, yaitu:
a.       Faktor Personal
Keadaan dari dalam diri individu, meliputi:
-          Locus Of Control, kesadaran individu bahwa keadaan dalam dirinyalah yang mempengaruhi  situasi yang terjadi disekitarnya. Dengan kesadaran ini, setiap individu yang memiliki locus of control akan menciptakan kondisi yang nyaman (tidak sesak) dalam lingkungan dimana dirinya berada.
-          Budaya, Pengalaman, dan Proses Adaptasi. Karena kesesakan adalah sesuatu yang ‘dirasa’ dan sangat subjektif, sehingga setiap orang dengan perbedaan budaya, berbeda pengalaman dan berbeda kemampuan adaptasinya, akan berbeda memaknai sebuah kondisi; sesak atau tidak.

b.      Faktor Sosial
Berkaitan dengan jumlah individu yang berinteraksi, siapa individu tersebut, bagaimana kualitas hubungan antar individu, dan informasi yang tersedia. Empat hal tersebut mempengaruhi bagaimana keadaan dirasakan sesak atau tidak.

c.       Faktor Fisik
Keadaan dimana individu berada juga mempengaruhi kesesakan. Bagaimana kondisi tempat, ukuran tempat, jenis tempat, suasana disekitar, situasi (kebisingan, suhu, karakteristik setting) dan lain sebagainya, dan sekali lagi semua ini bergantung pada penilaian individu dan berkaitan dengan ambient condition dan architectural feature.


PENGARUH KESESAKAN TERHADAP PERILAKU
Pengaruh negatif kesesakan tercermin dalam bentuk penurunan psikologis, fisiologis, dan hubungan sosial individu.
-          Secara Psikologis
Kesesakan dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman, stress, kecemasan, bad mood, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius (Prabowo)

-          Secara Fisiologis
Individu yang mengalami kesesakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti  menigkatnya tekanan darah dan detak jantung meningkat, gejala-gejala psikosomatis dan penyakit-penyakit fisik yang serius (Worchel & Cooper dalam Prabowo). dalam kehidupan penduduk padat, kesesakan dapat berpengaruh terhadap sanitasi dan ketersedian fasilitas yang menunjang gaya hidup sehat masyarakat (Hasnida, 2002).

-          Secara Hubungan Sosial
Banyak penelitian yang dilakukan mengenai hal ini, perilaku sosial yang sering kali timbul karena sesak antara lain adalah; kenakalan remaja, menurunnya sikap goting royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya hubungan sosial (Holahan dalam Prabowo). Penelitian lain mengungkap bahwa kesesakan dalam rumah tangga mengakibatkan hubungan dengan tetangga yang kurang harmonis, serta kurangnya perhatian terhadap anak (Gove & Hughes dalam Prabowo).
Ditambahkan lagi oleh Ancok (dalam Prabowo), perasaan sesak di dalam rumah akan menimbulkan beberapa masalah diantaranya; menurunnya frekuensi hubungan seks, hubungan suami-istri yang memburuk dan juga buruknya cara pengasuhan anak. Pemnyebab terjadinya permasalahan diatas adalah karena kebutuhan ruangan yang sifatnya personal tidak terpenuhi. Hal ini menyebabkan banyak perilaku untuk memenuhi keinginan (goal directed behavior) tidak terselesaikan.



Kesesakan Juga Ada Positifnya…

Memang kecenderungan bahwa kondisi sesak menimbulkan ketidaknyamanan dan berdampak negatif bagi individu. Namun, ada hal baik dibalik fenomena kesesakan ini, Watson (dalam Prabowo) mengungkapkan bahwa kesesakan terkadang memberikan kepuasan dan kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang diinginkan, katu dan situasi tertentu, serta seting kejadian. Situasi yang memberikan kepuasan dan ksenangan bisa kita temukan, misalnya pada waktu melihat konser musik, pertandingan olah raga atau menghadiri reuni atau resepsi.


Opini…
Masyarakat Kota Suka Bersesak-sesak Ria…

Jika kita kondisi di wilayah JABODETABEK yang adalah daerah sentral dan jantung perekonomian Indonesia ini ternyata tidak hanya dipadati oleh gedung-gedung saja, tetapi juga memiliki taraf kepadatan manusia yang mencengangkan, sekitar 12.996 orang/km2 (Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi, 2011 . Ketika kita berkunjung kedaerah Jakarta Selatan; Fatmawati dan sekitarnya, atau di daerah Jakarta Pusat di bantaran sungai Ciliwung, sungguh pemandangan penduduk yang padat, sesak dan berjubel.

Mereka masyarakat bantaran sungai  yang nota bene memiliki ekonomi rendah, tinggal dalam rumah semi permanen berukuran alakadar, dan dengan ruangan sempit tersebut mereka harus berbagi teritorial dengan anggota keluarga yang biasanya lebih dari 4 orang, belum lagi perabot rumah. Begitulah kira-kira keadaan ribuan masyarakat lainnya, dengan nasib dan kondisi yang hampir serupa. Mereka yang ‘meminjam’ lahan Pem-Prov harus tinggal dan berbagi wilayah yang tak layak huni dan harus siap-siap berurusan dengan petugas pengusuran.

Kondisi di jalan raya pun sama crowded-nya. Volume kendaraan yang sudah tidak berimbang dengan panjang jalan, membuat kemacetan lalu lintas tak dapat dihindari. Niat untuk menghindari macet dengan menumpang kendaraan umum, kondisinya pun akan setali tiga uang. Penuh dan sesak. Ketika ingin mencari hiburan, untuk menonton konser musik atau pertandingan sepakbola, lagi-lagi Anda harus rela berbaur dengan lautan manusia.

Indonesia yang memiliki budaya kolektifis, nampaknya memang senang dengan kondisi bersesakan. Dengan semangat kebersamaan, masyarakat kita (terpaksa harus) tinggal dalam lingkungan padat penduduk, (terpaksa harus) bersesakan dalam kendaraan umum, (terpaksa harus) berjubel dalam antrian pembagian sembako, (terpaksa harus) bermacet-macet-ria di jalan raya, (terpaksa harus) berbaur dengan lautan manusia di tengah pertandingan sepak bola, dan nampaknya masyarakat kita enjoy-enjoy aja dengan kondisi ini. Kalo saya pribadi merasakan ruwet, mumet, dan empet dengan kondisi crowded di kota kita ini.


Sumber Referensi:
Prabowo, Hendro.Pengantar Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gunadarma
Hasnida. 2002. Crowding (Kesesakan) dan Density (Kepadatan). Universitas Sumatra Utara (tidak diterbitkan).
Atkinson, L Rita, dkk. 1983. Pengantar Psikologi – Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
http://www.kependudukancapil.go.id/index.php/statistik/kepadatan-penduduk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar